Oleh: Imas Royani, S.Pd.
Tidak terasa kita berada di penghujung bulan Muharram. Hampir di setiap masjid, mushala, lembaga pemerintahan, dan pendidikan turut merayakannya. Ada yang mengisinya dengan menggelar berbagai perlombaan, berbagai ritual keagamaan, atau yang hanya sekedar menggelar doa bersama. Ada juga yang membuat bubur syura dalam jumlah besar untuk kemudian dibagikan kepada masyarakat sekitar.
Tidak salah memang, asal dilakukan dengan penuh keikhlasan. Jangan pula kita sungguh- sungguh merayakan tapi mengabaikan penghayatan dari asal mula perayaan tersebut. Apalagi malah melakukan keharaman dengan penuh kesengajaan. Adakah hal itu? Kebanyakan demikian. Contoh real: saat perayaan, banyak yang mengabaikan peraturan dalam bermasyarakat yaitu pemisahan laki-laki dan perempuan, mentoknya acara hingga masuk waktu berkumandang adzan sehingga menunda-nunda shalat fardhu. Atau penampilan yang berlebihan saat perayaan mulai pakaian, riasan wajah, aksesoris, hiburan seni keagamaan, dll.
Ada lagi yang tidak kalah berbahayanya sehingga harus dihindari, yaitu karena saking inginnya merayakan, semua diada-adakan tanpa melihat halal haram. Meminjam riba karena beranggapan tidak seberapa, atau tidak mengapa karena untuk kebaikan. Padahal tidak segitunya. Karena dalam urusan harta, akan ditanya darimana dan untuk apa. Lagi pula Allah SWT. hanya menerima yang baik saja. Meskipun untuk sedekah, menghidupkan ajaran Nabi dan Rasul, menolong agama Allah SWT. Sekali- kali tidak! Asal harta yang dibelanjakan haruslah hasil dari pekerjaan atau pemberian halal. Dibelanjakannya pun harus pula kepada yang halal. Itu baru namanya berkah.
Hanya saja saat ini untuk melaksanakan sekedar ibadah ritual dengan berbagai perayaannya sangatlah penuh tantangan. Kalaulah tidak senantiasa diiringi doa dan sabar tentu telah lama terlupakan. Doa saja, biarpun seharian memanjatkan doa tanpa dibarengi kesabaran tidak akan membuahkan hasil. Begitupun sebaliknya. Tentu sabar di sini bukan versi manusia apalagi manusia putus asa, hehe. Sabar di sini haruslah versi Pembuat manusia, yaitu Allah SWT. dimana sabar adalah keseriusan atau kesungguhan dengan segenap daya dan upaya dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT secara totalitas, tanpa tapi dan tanpa nanti.
Dan hal itu tidak bisa dilakukan sendirian. Doa sendiri atau sekeluarga saja tidaklah cukup. Sabar sendiri atau sekeluarga saja juga tidak cukup. Haruslah bersinergi antara individu, keluarga, masyarakat, juga negara. Jika agama terus-terusan dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara, jangan harap itu semua dapat dilakukan dengan mudah. Karena hanya masyarakat yang negaranya menerapkan aturan agama (Islam) maka dengan otomatis akan tersuasanakan lingkungan dan kehidupan bermasyarakat yang Islami.
Begitupun dalam perayaan Muharraman. Akan dilaksanakan dengan penuh kehidmatan dan penghayatan guna menumbuhkan kembali semangat berhijrah sebagaimana makna awal ditetapkannya tahun baru hijriyah. Bukan hanya hijrah penampilan, tempat, dll tapi lebih dari itu. Esensi dari Muharam sebagai Bulan Hijrah tidak lain adalah karena mengacu pada peristiwa Hijrah Rasul. Hal ini sejalan dengan makna hijrah secara syar'i, yakni berpindah dari dar kufur ke dar Islam. Saat itu, Nabi Saw. dan para sahabat, hijrah dari dar kufur di Makkah, lalu membentuk dar Islam di Madinah.
Adapun motivasi utama kaum muslim ketika hijrah kala itu adalah motivasi iman, yakni dalam rangka menjalankan ketaatan kepada Allah SWT., yakni untuk menyelamatkan agama mereka dari fitnah yang ditimbulkan dari kaum musyrik Quraisy.
Kota Madinah, sebagai negara baru (daulah Islam) yang dipimpin oleh Nabi Saw., memberikan keamanan bagi warganya. Bahkan, mereka mengembangkan kehidupan sebagai umat baru dengan peradaban baru di bawah naungan Daulah Islamiah, yang sepeninggal Rasulullah keberlangsungan Daulah Islam tersebut dilanjutkan oleh para sahabat sehingga lahirlah sistem kenegaraan Khilafah Islamiah.
Semoga kita dipertemukan kembali dengan bulan Muharram tahun depan dengan perayaan yang dilaksanakan oleh seluruh elemen masyarakat dan negara dengan meninggalkan segala bentuk keharaman demi meraih berkah, rahmat dan ridha-Nya.
Allah SWT. berfirman:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَا تَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَا لْاَ رْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَ خَذْنٰهُمْ بِمَا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf: 96).
Wallahu'alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar