Oleh : Eliska Sari, S.Pd (Aktivis Muslimah)
Di akhir masa jabatannya, Presiden RI (Joko Widodo) mengeluarkan keputusan yang lagi-lagi memicu kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Yaitu disahkannya PP Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur pemberian alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Dalam Pasal 103 ayat 4 disebutkan bahwa "Pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi : deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling dan penyediaan alat kontrasepsi.”
Tentu saja, pemerintah meng-claim bahwa terbitnya PP ini adalah bagian dari upaya pencegahan atas pergaulan bebas remaja yang terjadi di negeri ini. Sebagaimana yang kita faktai, kondisi remaja (terutama di usia sekolah) yang begitu akrab dengan pergaulan bebas yang tidak mengenal lagi batasan antara laki-laki dan perempuan hari ini menjadi masalah besar di negeri ini, akibatnya banyak remaja yang putus sekolah karena MBA (married by accident) atau hamil diluar nikah, kasus pemerkosaan, hingga pembunuhan. Dan kitapun sepakat bahwa ini adalah permasalahan krusial yang penting untuk disolusikan.
Tapi bukannya mensolusikan, nampaknya PP yang baru disahkan ini menimbulkan banyak kontroversi dan pertentangan, karena pasal dengan redaksi ambigu yang dimuat di dalamnya. Sehingga wajar saja, PP ini menuai banyak protes dari kalangan masyarakat hingga para tokohnya. Seperti yang disampaikan Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur, Rina Zainun, ketika menyoroti poin dalam Pasal 103 ayat 4, khususnya ayat (e) yang menyebutkan penyediaan alat kontrasepsi. Baginya, hal ini dapat menimbulkan persepsi bahwa pemerintah membolehkan hubungan seksual pada anak usia sekolah dan remaja. “Jadi aneh saja kalau anak sekolah dan remaja dibekali kontrasepsi. Mereka jadi tahu kalau melakukan hubungan supaya tidak hamil atau terkena penyakit, gunakan alat kontrasepsi. Kan sama halnya dengan memfasilitasi hubungan di luar pernikahan. Ini enggak masuk akal kalau cuma mengedukasi atau akibatnya,” tegas Rina.
Jika melihat dari keputusan untuk menyediakan alat kontrasepsi bagi remaja usia sekolah, tentu ini adalah solusi yang juga akan menimbulkan masalah baru. Peraturan ini jelas tidak ber-standar pada halal dan haram, bahkan malah menghantarkan pada liberalisasi perilaku remaja yang akan membawa kerusakan di tengah-tengah masyarakat. Dengan adanya penyediaan alat kontrasepsi ini, pemerintah seakan menawarkan ‘safe sex’ alias boleh berzina yang penting tidak hamil.
Padahal seharusnya, kita perlu melihat permasalahan ini dengan kritis dan sudut pandang yang luas, sehingga memastikan bahwa solusi tuntas dari buruknya pergaulan remaja saat ini bukanlah memfasilitasi mereka dengan alat kontrasepsi yang akan membuat mereka berzina dengan aman. Bahwa buruknya perilaku remaja hari ini karena minimnya pemahaman yang benar akan pergaulan yang seharusnya di dalam Islam, sehingga tentu yang mereka butuhkan adalah edukasi melalui berbagai sarana, terutama media yang memfasilitasi konten-konten tentang pergaulan yang semestinya, menjauhkan diri mereka dari konten-konten liberal yang penuh kebebasan, sehingga mereka tumbuh menjadi remaja yang takut akan Tuhan-Nya.
Maka, dalam hal ini tentu peran negara sangat dibutuhkan dalam menjaga kepribadian remaja agar jauh dari pergaulan bebas ini, dan tentunya penting bagi negara mengambil solusi yang benar , yang menjadi solusi tuntas. Bukan solusi yang menyelesaikan masalah dengan masalah.
Wallahua’lam...
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar