Oleh : Hanum Hanindita, S.Si
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan masjid maupun rumah ibadah lainnya harus bebas dari kepentingan partai politik maupun lainnya. Ini disampaikan Ma'ruf usai adanya pengibaran bendera salah satu partai politik di wasjid wilayah Cirebon yang menuai kritik masyarakat. Menurutnya itu sudah sesuai aturan bahwa tidak boleh kampanye di kantor pemerintah, di tempat-tempat ibadah, dan di tempat pendidikan (republika.co.id).
Sebelumnya, ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi DKI Jakarta KH Samsul Ma’arif juga mengimbau kepada pimpinan partai politik, calon kepala daerah maupun calon legeslatif untuk tidak menggunakan tempat-tempat ibadah sebagai sarana berkampanye. Kiai Samsul menerangkan bahwa tempat ibadah yang dimaksud bukan tempat ibadah agama Islam semata. Tetapi, tempat ibadah seluruh agama seperti masjid, mushala, gereja, vihara, klenteng dan pura. (voi.id).
Pernyataan para tokoh agama Islam terkait larangan masjid agar tidak dikaitkan dengan politik sesungguhnya mencerminkan bahwa sekulerisme telah tertanam kuat di negeri ini. Sebagaimana Kita ketahui, sekulerisme merupakan paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Artinya agama hanya dijalankan sebagai ibadah pribadi saja. Agama tidak boleh ada di dalam mengatur kehidupan mulai dari level individu, masyarakat hingga negara.
Ketakutan bahwa politik yang masuk ke ranah masjid, akan berdampak menghancurkan persatuan dan kesatuan bukanlah pernyataan yang masuk akal. Sebab, politik yang dipandang kotor saat ini, adalah politik yang hidup dalam alam demokrasi sekuler dimana identik dengan perebutan kekuasaan, membela kepentingan golongan, korupsi berjamaah, Undang-undang atau kebijakan yang menguntungkan penguasa atau kapitalis, menyengsarakan rakyat, dan sebagainya.
Berbeda halnya dengan sistem politik Islam. Dalam Islam, politik memiliki makna yang demikian mulia. Politik dimaknai sebagai pengurusan urusan umat baik di dalam maupun luar negeri, hanya dengan hukum-hukum Islam. Dalam kacamata Islam, politik adalah salah satu wujud keimanan, dengan menjalankan seluruh risalah Islam dari Allah karena meyakini bahwa Allah SWT adalah Pencipta sekaligus Pengatur kehidupan. Dengan demikian Islam tak mengenal pemisahan agama dari politik. Politik terikat dengan halal haram.
Dengan makna sedalam inilah, maka aktivitas politik dalam Islam ditujukan untuk kepentingan umat dan kemuliaan risalah Islam. Sehingga politik Islam nampak berdimensi dunia dan akhirat. Aktivitas politik inilah yang semestinya lekat pada para pelaku politik, baik di tataran individu, kelompok/jamaah/partai, maupun negara. Aktivitas politik di tataran tadi nampak dalam keterikatan pada hukum-hukum syariah di saat memecahkan seluruh problem yang dihadapi, pada kehidupan sosial di tengah lingkungan masyarakat, termasuk dalam aktivitas dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Bahkan sampai dengan diterapkannya syariah Islam secara paripurna dalam sebuah institusi politik yaitu Khilafah.
Kekhawatiran terpecah belahnya umat akibat masjid untuk kegiatan politik muncul karena lemahnya pemahanan umat akan politik yang hanya membatasi dalam politik praktis, sebagaimana juga yang diamalkan oleh partai politik saat ini. Padahal ancaman terpecah belahnya umat sejatinya sudah muncul sejak partai Islam bukan lagi partai ideologis Islam. Dari sanalah umat hakekatnya sudah terpecah belah, sebab parpol Islam telah kehilangan jati diri sebenarnya dengan mengejar kepentingan pribadi dan golongan, dan bukan kepentingan umat secara keseluruhan.
Justru, masjid harusnya menjadi pusat dari segala aktivitas mulai dari ibadah, pendidikan sampai kenegaraan sperti di masa rasulullah, khulafaurasyidin sampai dengan khalifah-khalifah setelahnya selama Islam memimpin dunia. Pada masa itu masjid adalah pusat berbagai aktivitas, mulai ibadah hingga pendidikan, juga tempat melakukan aktivitas politik, dengan makna politik yang sesuai dengan pandangan Islam.
Dengan demikian, membatasi masjid hanya untuk ibadah saja artinya menghilangkan peran dan fungsi masjid yang sebenarnya, sekaligus menjauhkan masyarakat untuk memahami dan melakukan aktivitas politik yang diperintahkan oleh Allah. Artinya menghalangi umat juga dari memahami dan mengamalkan Islam secara kaffah.
Hal yang paling disayangkan adalah, pernyataan agar menjauhkan masjid dari politik ini juga disampaikan oleh para tokoh Islam atau pejabat Islam yang pada umumnya dianggap mewakili suara kaum muslim. Tentu pendapat atau pernyataan mereka akan berpengaruh signifikan bagi masyarakat dan pengikutnya. Jelas ini adalah bentuk propaganda sekulerisme. Padahal, Islam adalah sebuah ideologi atau way of life yang mengatur urusan ibadah privat sekaligus urusan masyarakat dan negara.
Sebagai umat Islam, jangan sampai termakan propaganda sekulerisme yang sejatinya berasal dari Barat, namun kini tengah diadopsi oleh penguasa dan tokoh berpengaruh di negeri-negeri muslim. Karena sesungguhnya tujuan mereka hanyalah menghilangkan ajaran sejati syariat Islam dari benak kaum Muslim, salah satunya dengan jalan menjauhkan umat dari peran dan fungsi masjid yang seutuhnya.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar