Oleh : Iis Kurniawati, S. Pd.
Belakangan ini kasus tindakan kekerasan pada pelajar masih terus marak terjadi. Kasus perundungan (bullying) yang memakan korban bahkan berujung kematian silih berganti memenuhi laman pemberitaan baik media cetak maupun elektronik, dimana semakin hari semakin memprihatikan. Tentu saja hal ini tidak boleh dianggap remeh. Abainya penyelesaian tindakan perundungan (bullying) akan menjadikan pelaku lepas dari tanggung jawab dan menimbulkan ketidak adilan terhadap korban, dan dapat dipastikan tindakan (bullying) akan terus terjadi karena tidak adanya efek jera bagi pelakunya akibat penerapan sanksi hukum yang lemah.
Belum lama ini terjadi tindak bullying yang videonya sempat viral di media sosial. Dari video tersebut tampak perundungan melibatkan sesama siswa, dimana terlihat seorang siswa dianiaya oleh rekannya. Mirisnya adegan itu hanya ditonton oleh sejumlah siswa lain, karena beberapa siswa yang mencoba melerai tidak mampu memberikan pertolongan karena diancam juga oleh pelaku perundungan. Belakangan terungkap pelaku utama adalah seorang pelajar kelas 9 SMPN 2 Cimanggu kabupaten Cilacap, sementara korban merupakan adik kelasnya. Dari peristiwa tersebut polisi akhirnya mengamankan pelaku untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Kompas.com.
Kasus perundungan tersebut bukanlah satu-satunya kasus yang terjadi. Kasus bullying yang kian marak saat ini tidak hanya di satu wilayah, melainkan kerap terjadi di berbagai tempat. Hal ini menunjukkan bahwa permasalah ini bukan semata sebagai permasalahan yang kasuistik melainkan permasalahan sistemik. Dengan demikian tentunya solusi yang dilakukan harus solusi yang komprehensif yang dapat berdampak dan menjadi solusi tuntas dalam mengatasi permasalahan. Agar timbul efek jera bagi para pelaku perundungan dan peristiwa serupa tidak terus berulang. Selain itu sanksi yang tegas bagi pelaku juga dapat memberikan keadilan bagi korban karena korban pasti dirugikan secara moril bahkan materil, dimana dampak psikologis dan traumatis dari aksi perundungan akan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup para korban.
Pada dasarnya pemerintah tidak tinggal diam. Sudah ada berbagai upaya yang dilakukan dalam rangka meredam kasus tindak kekerasan terutama yang terjadi di institusi Pendidikan. Diantaranya adalah satuan Pendidikan membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dan satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan (Satuan Tugas). Dimana tim TPPK dan satgas ini diharapkan dapat merespon dengan cepat penanganan kekerasan ketika terjadi di satuan Pendidikan. Adapun beberapa fungsi dan tugasnya antara lain menyampaikan usulan dan rekomendasi program pencegahan kekerasan, menerima dan menindak lanjuti laporan dugaan kekerasan, melakukan penanganan terhadap temuan tindak kekerasan, memeriksa laporan kekerasan, memberikan rekomendasi sanksi, mendampingi korban, memfasilitasi pendampingan, memberikan rekomendasi Pendidikan pada peserta didik yang terlibat kekerasan dan yang berhadapan dengan hukum, serta melaporkan pelaksanaan tugas kepada kepala dinas melalui kepala satuan Pendidikan. Anggota TPPK dibentuk dalam jumlah ganjil paling sedikit tiga orang dengan perwakilan dari pendidik dan komite sekolah atau perwakilan orang tua atau wali. https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id
Namun yang menjadi pertanyaan mampukah tim dan satgas ini meredam bahkan memutus mata rantai tindak kekerasan dan bullying di kalangan anak dan pelajar?. Tentu saja kita butuh waktu untuk mengetahui efektivitas dari pembentukan tim ini karena mengingat pembentukannya juga masih terbilang baru. Namun satu yang pasti selama sistem sekuler masih tetap diadopsi maka sistem Pendidikan yang diterapkan juga sekuler. Akibat dari sekulerisasi Pendidikan inilah yang membentuk output generasi jauh dari nilai-nilai religius dan akhlak yang mulia. Kurikulum yang terus bergonta-ganti, biaya Pendidikan yang tinggi, serta tolak ukur keberhasilan Pendidikan hanya berorientasi pada capaian angka-angka memperburuk kualitas generasi. Sekolah seolah-olah sebagai pabrik untuk mencetak mesin-mesin penggerak industri.
Oleh karena itu, penting kiranya kita untuk mengkritisi sistem Pendidikan sekuler yang tengah diterapkan saat ini. Dimana sistem Pendidikan sekuler saat ini semakin menjauhkan para pelajar dari nilai-nilai agama, dan nyaris tak lagi menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Sistem Pendidikan sekuler saat ini telah nyata gagal mencetak generasi yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Sejatinya kita sangat membutuhkan sebuah sistem yang akan menuntaskan permasalahan kekerasan dan bullying ini secara tuntas dan komprehensif. Gambaran sebuah sistem yang ideal dan dianggap mampu untuk menjadi solusi hakiki untuk permasalahan ini tidak lain adalah sistem Pendidikan Islam. Karena Sistem Islam akan membentuk generasi memiliki kepribadian Islam yang kuat dan akan mampu mencetak generasi yang tangguh dalam membangun peradaban yang gemilang. Dengan pembentukan kepribadian Islam yang kuat akan menjadikan pedoman dalam berperilaku dan berinteraksi, apalagi dengan diterapkannya seperangkat aturan yang tegas dan shahih, maka berbagai kemungkaran dapat diredam. Hal ini karena adanya ketaatan kepada semua perintah Allah SWT dan takut akan siksanya Ketika melakukan segala laranganNya.
Perlu Kerjasama dari semua pihak untuk menuntaskan permasalahan yang sistemik ini, dan Langkah utamanya adalah dengan melakukan perubahan yang mendasar yakni dengan mengganti sistem yang diadopsi saat ini yakni sistem sekuler yang telah terbukti gagal dalam membentuk generasi terbaik. Yang kita butuhkan adalah penerapan sistem islam dimana sistem islam ini akan merubah Pendidikan sekuler menjadi sistem Pendidikan Islam, sehingga akan melahirkan generasi yang bertindak dan berprilaku sesuai dengan nilai-nilai akidah islam. Dengan demikian diperlukan kerjasama dan kontribusi yang serius dari semua pihak untuk mewujudkannya.
Wallahu`alam bishshawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar