Oleh : Nikita Sovia, S.Pd
Judi online terus merebak di Indonesia. Mirisnya, tidak hanya orang dewasa yang melakoni praktik ilegal itu, melainkan sudah merambah ke kalangan pelajar. Menurut Ketua DPD Persatuan Guru Seluruh Indonesia (PGSI) Kabupaten Demak Ng. Noor Salim, berdasarkan temuan PGSI, total jumlah siswa SD/MI, MTs/SMP, MA/SMA di Demak ada sekitar 40.000-an siswa. “Sebanyak 30 persennya terdampak game online berafiliasi judi online, sedangkan yang mengakses judi online antara 5%,” ungkapnya. Berdasarkan perhitungan tersebut, diperkirakan sebanyak 12.000 siswa bermain game online yang disponsori oleh judi online. Sementara itu, sekitar 2.000 siswa langsung mengakses judi online tersebut. (Kompas, 23-10-2023).
Menang ketagihan, kalah penasaran. Beginilah perilaku orang yang gemar memainkan judi. Ibarat narkoba, judi akan menjadi candu bagi orang yang memainkannya. Hingga habis semua harta, mereka tidak akan pernah berhenti main judi. Kemajuan teknologi dalam kehidupan kapitalisme terbukti membawa banyak dampak negatif, terutama bagi anak-anak yang masih belum dewasa dan belum mampu menggunakan teknologi secara bertanggung jawab. Ponsel yang seharusnya digunakan untuk mempermudah komunikasi dan media pembelajaran bagi pelajar, pada zaman sekarang ini justru banyak digunakan untuk judi online, seperti yang dilakukan oleh para pelajar yang terlibat aktivitas haram tersebut.
Judi online menjadi berkembang pesat dikarenakan cara memainkannya yang sangat sederhana dengan keuntungan yang besar secara cepat. Keuntungan adalah salah satu alasan utama para pelajar tertarik sehingga terlibat langsung dalam permainan judi online tanpa perlu melakukan usaha berat dan melelahkan. Keuntungan yang ditawarkan dalam permainan judi online memang sangat menarik dan beraneka ragam. Ini karena pada perhitungannya terdapat kelipatan ganda yang sangat besar dari jumlah taruhan yang dipasang jika bisa menang. Jika kalah pun, si pelaku akan mencoba bermain lagi karena diiming-imingi uang banyak jika menang. Sebagai generasi yang inginnya serba instan, judi online akhirnya menjadi jalan pintas bagi pelajar yang ingin cepat dapat uang. Apalagi jika sifat hedonistik sudah mewarnai karakter mereka. Kehidupan ekonomi—yang terus menghimpit akibat penerapan sistem kapitalisme—juga menjadi media yang menyuburkan mereka untuk mencari keuntungan berlipat secara cepat.
Selain merupakan tindak kriminal, dampak buruknya pun nyata. Akibat ketagihan judi online, tidak jarang pelajar yang berani menyalahgunakan biaya sekolah atau SPP-nya untuk bisa mengadu untung lewat mesin slot online. Bahkan, ada pelajar yang tega menjual ponsel orang tuanya untuk dipakai bermain judi slot dan yang sejenisnya. Kalau sudah senekat ini untuk perkara yang haram, apakah bisa menjadi generasi harapan bangsa?
Haramnya judi telah jelas dalam banyak dalil. Keharamannya bukan sekadar karena mendatangkan dampak buruk bagi para pelakunya. Allah Swt. bahkan menyejajarkan judi dan miras dengan penyembahan berhala, lalu menggolongkannya sebagai perbuatan setan. “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).
Dalam kehidupan sekuler saat ini, Pendidikan di sekolah yang jauh dari penanaman akidah dan syariat juga malah memudahkan pelajar tergelincir pada perbuatan yang Allah benci. Kebijakan media yang sangat tidak edukatif bagi pelajar pun makin mudah menyeret pelajar dalam arus kerusakan akhlak. Oleh karenanya, mengatasi maraknya judi online di kalangan pelajar tidak cukup dengan nasihat dan ceramah kepada mereka. Perlu ada solusi mendasar dan komprehensif.
Pertama, peran orang tua dalam mendidik putra putrinya agar menjadi anak yang saleh salihah, agar tidak mudah terjerumus dalam aktivitas yang buruk, apalagi melanggar hukum.
Kedua, lanjutnya, penerapan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam, yang akan membentuk pola pikir dan pola sikap pelajar sesuai arahan Islam. “Dengan demikian, pelajar akan memiliki standar dalam memilih aktivitasnya, bukan sekadar untuk kesenangan materi, tetapi akan menyibukkan diri dengan segala hal yang bisa mendatangkan keridaan dari Allah,” jabarnya.
Ketiga, peran masyarakat yang mendukung terwujudnya pelajar yang cinta ilmu, dekat dengan kebaikan.
Keempat, peran negara dalam mewujudkan sistem yang mendukung terbentuknya kesalehan generasi. Mudah bagi negara sebagai institusi yang memiliki kekuasaan untuk menutup akses judi online bagi segenap masyarakat, termasuk pelajar. Begitu juga konten-konten media yang nonedukatif lainnya,” tambahnya.
Tentu saja, tegasnya, semua itu akan sulit diwujudkan selama sistem kehidupan yang menaungi kita masih sistem sekuler kapitalisme. Oleh karenanya, harus terbentuk kesadaran dan keinginan bersama untuk menganulir sistem yang ada hari ini, yang terbukti tidak kondusif bagi pelajar maupun seluruh manusia secara umum. Sebagai gantinya adalah dibutuhkan sistem Islam yang akan menjadi solusi jitu dan membawa keberkahan bagi semesta alam.
Wallahu'alam bi showwab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar