Oleh : Siami Rohmah (Pegiat Literasi)
Remaja di negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Bahkan mengkhawatirkan, bagaimana tidak, catatan BKKBN menyebutkan anak-anak usia remaja di negeri ini sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Setidaknya 20 persen remaja usia 14-15 tahun sudah melakukan hubungan seksual. Usia 16-17 tahun tercatat 60 persen. Usia 19-20 tahun sebanyak 20 persen. (Liputan[dot]com)
Mendapati fakta seperti ini tentu sangat miris, remaja yang akan menjadi penerus bangsa ini malah terjebak dalam pergaulan rusak yang jauh dari nilai ideal gambaran generasi harapan bangsa. Pola pergaulan remaja hari ini memang jauh lebih berani dan kebablasan. Jika dulu berboncengan dengan lawan jenis adalah sesuatu yang dianggap tabu, saat ini remaja yang belum memiliki kekasih malah dianggap aneh.
Mereka juga biasa menggunakan panggilan-panggilan kepada kekasihnya layaknya orang yang sudah menikah. Misalkan papa mama. Lebih parah lagi mereka juga biasa melakukan hubungan layaknya suami istri. Ditambah bahaya penyakit menular akibat seks bebas yang sangat mengerikan semakin menambah panjang problem generasi hari ini.
Kerusakan moral yang terjadi pada remaja saat ini menurut praktisi Psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristanum, ada beberapa sebab, di antaranya remaja tidak tahu dampak melakukan seks bebas. Selain itu banyak yang menjadikan faktor ekonomi sebagai pendorong karena ingin mendapatkan uang dengan instan. Kemudian kurangnya pengawasan dari orang tua, sekolah dan masyarakat. (Republika[dot]co[dot]id)
Lebih jauh sesungguhnya apa yang terjadi kepada pola pergaulan bebas remaja saat ini adalah karena liberalisasi yang sudah menjerat mereka. Liberalisasi yang ada di segala bidang memberikan pengaruh pada kemerosotan moral remaja. Misalkan mereka begitu mudah mengakses konten-konten pornografi, yang itu menjadi inspirasi bagi gaya mereka dalam bergaul.
Sementara pendidikan yang ada saat ini tidak memberikan peran yang berarti bagi kebaikan perilaku mereka. Di sekolah mereka hanya disampaikan materi pelajaran, dan dinggap berhasil ketika mampu menyelesaikan soal yang diberikan. Sedangkan untuk mengatasi masalah pergaulan mereka, diberikan program pendidikan seks dan reproduksi sebagai penyelesaiannya. Nyatanya program ini justru tidak menyolusi akar masalah sesungguhnya. Misalkan mereka malah dijelaskan cara aman dalam berhubungan seks, misal dengan alat kontrasepsi. Tentu ini akan membuat para remaja lebih berani melakukan hubungan seks di luar nikah karena merasa lebih aman.
Semua ini akan semakin parah ketika mereka dibesarkan di keluarga yang kurang memberikan perhatian terhadap mereka, tidak memberikan bekal pamahaman agama yang baik, serta cenderung membebaskan pergaulan anak karena adanya konflik dalam keluarga. Hal ini membuat mereka menjadikan pergaulan sebagai pelarian.
Anak-anak adalah investas terbesar, terutama bagi orang tuanya. Anak akan membawa orang tuanya ke surga ketika mampu menjadi anak yang saleh. Selain itu, anak juga akan menentukan bagaimana masa depan agama dan bangsanya. Maka untuk investasi ini haruslah dipersiapkan dengan maksimal.
Khalifah Ali bin Abi Thalib mencontohkan cara mendidik anak sesuai tahapan usianya.
1. Tahapan usia 0 - 7 tahun
Pada tahap ini anak dididik layaknya seperti raja, di mana anak dilayani. Bahasa kepada mereka adalah bahasa yang lemah lembut, tidak menggunakan kekerasan. Di usia ini mereka adalah peniru sejati, apa yang dia dapat pada usia ini akan diserap tanpa filter.
2. Tahapan usia 7 - 14 tahun
Anak di usia ini dididik layaknya tahanan. Diajarkan kepada mereka hukum-hukum agamanya, mana kewajiban mana larangan. Menertibkan perintah-perintah Allah yang harus dilaksanakan. Misalnya, salat, menutup aurat, bagaimana bergaul dengan lawan jenis dan sesamanya, membaca Al Qur'an, membantu mengerjakan pekerjaan yang ada di rumah. Masa di tahap ini biasanya sangat krusial, ketika masa pendidikan di tahap ini bisa dilalui dengan baik, InsyaAllah habit baik akan terbentuk.
3. Tahapan usia 14-21 tahun
Pada usia ini, perlakukan anak layaknya sahabat. Yang mana mereka akan bisa terbuka tentang apapun terhadap orang tua. Bangun kedekatan dengan anak, sehingga mereka tidak mudah terpengaruh dan mencari pelarian pada pergaulan di luar yang tidak baik. Arahkan menjadi pribadi yang bertanggungjawab,dan temukan potensi yang mereka miliki untuk dikembangkan.
Semua tahapan ini harus dipahami oleh setiap orang tua. Namun, akan menjadi lebih berat pada kondisi sekarang, di mana liberalisasi begitu menggurita. Di sinilah negara seharusnya hadir, yang akan menjadi perisai bagi generasi muda agar tidak terjerumus dalam kemaksiatan.
Islam sudah memiliki paket untuk menghadapi dan mencegah pergaulan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Di antaranya adalah:
Pertama, Islam menjaga kehormatan dan martabat perempuan, dengan adanya kewajiban memakai kerudung dan jilbab. Adanya larangan tabaruj dalam berhias. Semua ini demi melindungi perempuan sehingga mereka tidak akan mudah dilecehkan.
Kedua, Islam mengatur pergaulan lak-laki dan perempuan. Dalam Islam ada perintah ghadhul bashar, di mana seorang muslim harus menjaga pandangannya dari pemandangan yang itu jauh dari nilai Islam. Kemudian juga adanya larangan berkhalwat antar laki-laki dan perempuan non mahram, yang ini lazim dilakukan mereka yang berpacaran.
Ketiga, adanya sanksi yang berat bagi mereka yang berzina, yaitu cambuk bagi yang belum menikah, dan rajam bagi yang sudah menikah. Dengan sanksi ini selain sebagai penebus dosa juga sebagai pencegah bagi mereka yang ingin melakukan dosa yang sama. Di sinilah hukum Islam berlaku, jawabir dan jawazir.
Jika semua ini terwujud, maka akan membentuk generasi muda yang mulia, jauh dari gambaran pergaulan yang liberal seperti saat ini. Untuk mewujudkannya diperlukan tiga sinergi, yaitu individu yang saleh, yang akan meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah, termasuk pergaulan bebas.
Kemudian kontrol masyarakat, yang memiliki standar Islam, di mana masyarakat akan tergerak untuk menolak setiap perilaku di sekitar mereka yang bertentangan dengan syariat.
Dan yang ketiga, ini memiliki peranan paling besar, yaitu negara yang akan memutus setiap akses media yang memiliki potensi merusak generasi. Negara mengatur pendidikan dengan pola yang dapat mencetak generasi unggul yang saleh. Negara juga menegakkan hukum atas para pelaku zina. Dan hukuman ini tentu tidak bisa dilaksanakan selain oleh negara.
Maka jika ingin menyelamatkan generasi hari ini dan masa depan tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada aturan Islam yang luar biasa yang akan mencetak generasi mulia dunia dan akhirat. Wallahualam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar