Oleh : Riza Maries Rachmawati
Kekeringan dan krisis air melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia. Hal ini terjadi karena ada fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang terjadi di Samudra dalam kurun waktu bersamaan yang berdampak pada kurangnya curah hujan di Indonesia. Puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada minggu terakhir Agustus 2023 menurut prediksi BMKG. Musim kemarau tahun 2023 menjadi lebih kering dan curah hujan sangat rendah dibanding tiga tahun sebelumnya.
Dirangkum dari berbagai sumber sejumlah daerah yang mengalami kekeringan dan krisis air diantaranya adalah Kabupaten Bogor dan Sukabumi Jawa Barat yang disebabkan curah hujan yang berkurang. Kabupaten Puncak, Provinsi Papua Tengah juga mengalami hal yang sama. Kekeringan di Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi mengakibatkan gagal panen dan menyebabkan enam orang meninggal dunia.
Meski prediksi dari BMKG demikian, nyatanya di beberapa daerah sudah terjadi kekurangan air bersih bahkan kekeringan air selama puluhan tahun. Warga Desa Binangun, Kota Banjar, Jawa Barat, kesulitan memperoleh air bersih selama 20 tahun. Air sumur warga terasa asin sehingga tidak bisa digunakan untuk minum, sementara Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Anom belum bisa menyediakan pasokan air bersih.
Masalah kekeringan air bukanlah masalah baru, mirisnya kepemimpinan saat ini hanya mampu memberikan solusi jangka pendek tanpa menyentuh akar masalah. Seperti yang dialami warga Kota Banjar Jawa Barat tersebut. Warga semakin sulit memperoleh air bersih memasuki musim kemarau. Akhirnya selain mengandalkan air bersih bantuan dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kota Banjar, warga harus merogoh kantongnya lebih dalam untuk membeli air bersih.
Bukan hal yang aneh bila dalam sistem kapitalisme pengurusan urusan rakyat oleh penguasa tidak dilakukan dengan sepenuh hati. Penguasa saat ini lebih berpihak kepada para pemilik modal. Buktinya ditengah bencana masih banyak air kemasan yang di jual di jalan-jalan. Tentu air kemasan ini merupakan produk dari kapitalisasi sumber-sumber air oleh industri air kemasan. Seharusnya dengan potensi air bersih di Indonesia yang mencapai 2,83 triliun meter kubik per tahun sangat mampu memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat jika pengelolaannya dilakukan dengan baik dan benar.
Sangat berbeda dengan mekanisme pengelolaan air untuk masyarakat dan pencegahan kekeringan yang dilakukan oleh negara Khilafah. Rosulullah saw bersabda : “Imam/Khalifah itu laksana penggembala dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya”. (HR Bukhari dan Muslim). Hadits tersebut sangat jelas menunjukan bahwa keberadaan negara adalah pengurus kebutuhan rakyatnya.
Khilafah akan benar-benar memastikan rakyatnya tercukupi semua kebutuhannya termasuk ketersediaan air bersih. Khilafah tidak akan mungkin hanya mencukupkan memberi solusi jangka pendek seperti negara kapitalisme hari ini yang hanya sebatas dropping air bersih ke daerah yang kekeringan dan itu pun sering terkendala jarak. Atau pun bendungan yang tidak mampu mengatasi kesulitan air yang dirasakan masyarakat.
Rosulullah saw : “Muslim berserikat dalam tiga hal: dalam padang gembala, air, dan api.” (HR. Abu Dawud). Sumber air yang jumlahnya melimpah ruah seperti sumber-sumber mata air, sungai, laut, selat, teluk, danau merupakan kepemilikan umum. Sehingga jelas sumber dalam negara Islam air tidak bisa dikomersialisasi oleh pihak swasta seperti dinegara kapitalisme saat ini. Sumber air akan benar-benar dimanfaatkan oleh rakyat secara langsung dengan pengawasan negara agar ketika memanfaatkan tidak menimbulkan kemudharatan atau bahaya. Khilafah akan mempersilahkan rakyatnya mengambil manfaat dari sumber-sumber air tersebut untuk minum, keperluan rumah tangga, pakan ternak, hingga irigasi untuk pertanian dan keperluan transportasi. Khilafah akan melakukan pemeliharaan terhadap sumber air agar tetap terjaga kelestariannya seperti menata tepian sungai dan membersihkan sungai.
Dari segi konsep pengelolaan, jelas masyarakat akan terjamin kebutuhan air termasuk air bersih. Namun khilafah juga tidak akan mengabaikan kekeringan akibat bencana hidrometeorologi yang memang bagian dari fenomena alam. Untuk menghadapi kondisi ini, khilafah akan mengerahkan semua ahli terhebat seperti ahli hidrologi, geologi, BMKG dan ahli terkait lainnya untuk menyusun strategi jangka pendek dan jangka panjang. Dari strategi merekalah khilafah akan membuat kebijakan agar masyarakat terhindar dari bahaya kekurangan air sekalipun mereka tinggal di daerah kering.
Salah satu contoh nyata adalah ketika masa Khilafah Abbasiyah, negara Khilafah memiliki teknologi bernama Qanat (sistem saluran air bawah tanah) yang menyuplai persediaan air di daerah gurun. Selain itu khilafah juga akan bertindak tegas kepada pihak-pihak yang melakukan kerusakan lingkungan seperti deforestasi, kapitalisasi sumber air oleh Perusahaan air minum kemasan dan sejenisnya.
Demikianlah Kepemimpinan Daulah Khilafah Islamiyah akan mampu menangani pengelolaan air bersih dan penanggulangan krisis kekeringan.
Wallahu’alam bi shawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar