Solusi Sahih terhadap Persoalan Palestina


Oleh: Humaida Aulia, S. Pd. I

Tak terasa Syawal kita berakhir, namun tidak dengan pembantaian yang terjadi di Palestina, terutama di Gaza. Hampir 18 bulan sejak Thufan Al Aqsa 7 Oktober 2023 lalu, Palestina masih dibombardir hingga kini. 180 ribu bangunan hancur diantaranya tempat tinggal, jalan raya, rumah ibadah, sekolah, dan rumah sakit. Korbannya jangan ditanya, sudah tembus di angka 51 ribu termasuk sekitar 1.800 anak-anak (tvonenews.com, 22-4-2025).

Tabiatnya bangsa penjajah yang selalu melanggar perjanjian, begitu pula gencatan senjata tahap pertama pada 19 Januari yang dilanggar yang mengakibatkan korban hingga ribuan jiwa. Tentara Israel melanjutkan serangan mematikannya di Jalur Gaza pada 18 Maret dan sejak itu telah menewaskan hampir 2.000 orang dan melukai lebih dari 5.200 lainnya. Aksi ini menghancurkan gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan yang berlaku pada 19 Januari (tempo.co, 25-4 2025). Usulan Presiden Prabowo untuk mengevakuasi seribu warga Gaza selama konflik justru malah memberi ruang bagi penjajah untuk semakin menguasai tanah Palestina. 

Atas pembantaian yang terjadi terus menerus di Gaza, Ulama Internasional akhirnya menyerukan jihad untuk merespon situasi gaza dan gagalnya semua ikhtiar umat menolong kaum muslimin di sana (demo, boikot, bantuan logistik, dll). Fatwa tersebut dikeluarkan oleh International Union of Muslim Scholars (IUMS). Fatwa ini didukung oleh lebih dari belasan ulama yang memiliki reputasi tinggi di kalangan umat Islam dan berpusat di Doha, Qatar. Sekretaris Jenderal Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS), organisasi yang sebelumnya dipimpin oleh Yusuf Al-Qaradawi, Ali Al-Qaradaghi, menyerukan kepada semua negara Muslim pada Jumat (4/4), "Untuk segera campur tangan secara militer, ekonomi, dan politik untuk menghentikan genosida dan penghancuran menyeluruh ini, sesuai dengan mandat mereka." (mediaindonesia.com, 06/04/25).

Secara garis besar, fatwa ini berisi seruan agar seluruh kaum muslim tidak berhenti membantu Gaza dan turut berjihad melawan Zionis dan sekutunya. Juga berisi desakan agar pemerintahan negara muslim segera membentuk aliansi militer, serta melakukan upaya intervensi ekonomi dan politik guna menghentikan genosida dan penghancuran total di Gaza. Mereka juga mendesak agar semua pemerintahan negara-negara muslim meninjau ulang semua bentuk hubungan dengan Zionis, terutama atas negara-negara Arab yang telah melakukan perjanjian normalisasi.

Apa yang dilakukan para ulama tersebut sejatinya merupakan tugas agama yang wajib diemban para pewaris nabi. Mereka memang sudah semestinya berada di garda terdepan perjuangan dan pembelaan terhadap muslim Gaza-Palestina di tengah diamnya para penguasa muslim, dan ketakberdayaan umat Islam selama ini. Mereka, dengan ketinggian ilmu dan ketakwaannya, juga sudah seharusnya terus mengingatkan umat, mendatangi istana-istana para penguasa untuk menasihati, bahkan memaksa mereka agar mau mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk mengusir penjajah di bumi Palestina. Namun, apakah seruan ini akan efektif jika hanya berupa deklarasi atau fatwa? 


Palestina butuh Tentara, bukan Sekedar Fatwa

Seruan jihad dan tuntutan pengiriman tentara yang disampaikan para ulama dunia pada 4 April 2025 pun akhirnya berlalu begitu saja. Para penguasa muslim di dunia sama sekali tidak menggubrisnya. Mereka tampak benar-benar berhitung atas konsekuensi yang akan diterima jika mereka membantu Gaza. Tampak betapa besar ketakutan mereka kepada Amerika, dan betapa besar pula cinta mereka kepada kursi kekuasaannya.

Upaya membebaskan Palestina dengan jihad sejatinya butuh komando seorang pemimpin di seluruh dunia. Maka tidak ada jalan lain yaitu dengan terwujudnya kembali kedigjayaan dan kekuatan Islam. Kekuatan itu adalah kehadiran sebuah negara adidaya yang dibangun di atas kesadaran ideologis umat tentang kewajiban menerapkan seluruh syariat Islam dan keharusan mereka bersatu di bawah satu kepemimpinan Islam. Dengan kata lain, komando seorang pemimpin yang kekuasaannya merepresentasi Islam dan umat Islam di seluruh dunia sangatlah urgent. Kepemimpinan inilah yang akan mampu memobilisasi semua potensi umat, termasuk tentara dan senjata yang tersebar di berbagai wilayah dan mengerahkannya untuk segera mengusir penjajah dan membungkam kekuatan sekutunya dari bumi Palestina. 

Kepemimpinan seperti ini tidak lain adalah Khilafah dengan pemimpinnya yang disebut khalifah. Menghadirkan kepemimpinan seperti ini seharusnya menjadi agenda utama umat Islam, khususnya para ulama dan gerakan-gerakan dakwah yang konsern ingin menolong muslim Palestina khususnya di Gaza, sekaligus membela seluruh kaum muslim yang saat ini sedang terzalimi di negeri-negeri lainnya. 

Hanya saja isu tentang kepemimpinan Islam atau Khilafah saat ini belum menjadi opini umum di tengah mayoritas umat, melainkan baru sekadar wacana di tengah berbagai fitnah dan upaya-upaya yang dilakukan Barat untuk menghalangi penegakannya. Padahal, Khilafah Islam hanya bisa tegak jika ada dukungan mayoritas umat dan para pemilik kekuatan sebagai buah dari proses dakwah.

Di samping itu, umat pun benar-benar harus disadarkan bahwa mereka sejatinya adalah pemilik hakiki kekuasaan. Merekalah yang bisa memberikan sekaligus mencerabut kekuasaan dari para pemimpin mereka saat ini. Mereka pula yang semestinya bisa memaksa para penguasa agar mau melakukan apa yang mereka inginkan, termasuk mengerahkan kekuatan senjata untuk menolong Gaza Palestina. Ketika mereka tidak mau, bahkan berdiri di pihak musuh, berarti mereka tidak berhak memegang jabatan kepemimpinan. 

Fakta kehidupan umat Islam di dunia di bawah kepemimpinan peradaban sekuler kapitalisme hari ini nyata-nyata begitu rusak, diliputi berbagai krisis, terpecah-belah, dan terjajah. Itulah sebabnya, umat Islam pun wajib terlibat dalam upaya penegakan Khilafah. Bahkan mereka harus paham, bahwa agenda penegakkan Khilafah sejatinya menyangkut hidup matinya umat, tidak hanya untuk problem Palestina. Wallahu a'lam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar