Fatwa Jihad untuk Palestina: Kebangkitan Kesadaran Umat dan Jalan Menuju Kejayaan Islam


Oleh : Ulianafia (Pemerhati Keluarga dan Politik)

Perang berkepanjangan yang terjadi di Gaza dan wilayah-wilayah Palestina lainnya tidak lagi sekadar menjadi isu lokal atau regional. Tragedi kemanusiaan, pembantaian sipil, penghancuran rumah sakit, masjid, dan sekolah yang dilakukan oleh entitas Zionis Israel telah menyentuh batas paling dalam dari rasa kemanusiaan dan keimanan umat Islam di seluruh dunia. Dalam kondisi yang semakin mengerikan ini, dunia Islam menyaksikan babak baru: para ulama dari berbagai penjuru mulai bersuara lantang, menyerukan jihad sebagai kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Fatwa-fatwa jihad mulai digaungkan oleh lembaga-lembaga dan tokoh-tokoh Islam internasional. Dari Timur Tengah, Asia, hingga Eropa, suara-suara ini menunjukkan kesepahaman bahwa penderitaan Palestina bukan hanya penderitaan kemanusiaan, tapi juga bentuk nyata dari agresi terhadap umat Islam dan agama Islam itu sendiri. Beberapa di antaranya datang dari Persatuan Ulama Muslim Internasional (IUMS), Dewan Ulama Al-Azhar, serta para mufti dan cendekiawan Muslim independen dari berbagai negara yang mengeluarkan seruan untuk mengangkat senjata dan menunaikan jihad melawan penjajah Zionis.

Yang menarik, fatwa-fatwa ini tidak berdiri di ruang hampa. Ia muncul dalam konteks perubahan besar dalam pola pikir umat Islam. Jika sebelumnya bantuan terhadap Palestina lebih banyak diidentikkan dengan pengiriman makanan, obat-obatan, serta kampanye-kampanye kemanusiaan, maka kini kesadaran umat mulai meningkat bahwa hal tersebut, meskipun penting, tidaklah cukup. Bantuan kemanusiaan tak mampu menghentikan pembantaian. Seruan gencatan senjata pun berkali-kali dilanggar oleh Israel tanpa konsekuensi. Maka umat pun mulai sadar: sudah saatnya membahas jihad bukan sebagai alternatif terakhir, melainkan sebagai kewajiban syar’i yang mesti diangkat kembali ke permukaan dan diperjuangkan realisasinya.

Namun demikian, ada satu kenyataan pahit yang tak bisa diabaikan: fatwa para ulama, betapapun kuatnya secara dalil dan moral, pada akhirnya tetap tidak memiliki kekuatan eksekusi di ranah politik dan militer. Di banyak negara, fatwa bukanlah hukum yang mengikat. Ia hanya menjadi seruan moral yang bisa diikuti atau diabaikan. Ini karena struktur kekuasaan umat Islam hari ini berada dalam kerangka negara-bangsa yang tunduk pada sistem hukum sekuler, atau bahkan dalam banyak kasus, dikendalikan oleh kepentingan negara-negara besar yang berpihak kepada Israel.

Jihad yang sebenarnya—yakni jihad militer yang sah, terorganisir, dan memiliki otoritas—hanya bisa dijalankan oleh sebuah institusi negara. Dan saat ini, tidak ada satu pun negara Islam yang benar-benar menjalankan peran ini. Masing-masing terikat dengan hukum internasional, perjanjian diplomatik, dan ketergantungan ekonomi-politik yang membuat mereka lumpuh secara politik dan militer. Akibatnya, seruan jihad yang disampaikan oleh para ulama menjadi seperti guntur di siang bolong—menggelegar, namun tak mampu membakar tanah tempat kezaliman itu tumbuh.

Di sinilah umat Islam harus menyadari bahwa jihad bukanlah solusi sesaat untuk Palestina saja. Jihad adalah instrumen utama dalam syariat Islam untuk melindungi agama, menolak kezaliman, dan membebaskan umat dari penjajahan. Ia adalah kewajiban abadi bagi umat Muslim yang tidak akan pernah hilang selama masih ada kezaliman di muka bumi. Dengan jihad, bukan hanya Palestina yang terbebas, tapi juga umat Islam di berbagai belahan dunia yang tertindas—dari Rohingya, Uighur, hingga minoritas Muslim di Afrika dan Eropa—akan memiliki harapan akan kebebasan dan keadilan.

Namun jihad ini hanya bisa menjadi solusi nyata bila dijalankan dalam kerangka sistem Islam yang sempurna, yakni syariat Islam yang diterapkan secara total dalam institusi negara. Inilah yang membuat urgensi kembalinya khilafah Islamiyah menjadi semakin nyata dan tak terbantahkan. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendirikan negara Islam di Madinah berdasarkan wahyu Ilahi, maka umat Islam hari ini juga membutuhkan negara Islam global yang menyatukan kaum Muslimin di bawah satu kepemimpinan—seorang khalifah—yang mampu menegakkan syariat, melindungi umat, dan memobilisasi jihad secara legal dan sah.

Khilafah bukan sekadar simbol romantisme sejarah, tapi merupakan satu-satunya sistem yang mampu menyatukan fatwa ulama dengan kekuatan negara. Hanya dalam naungan khilafah, jihad bisa keluar dari teks dan mimbar menuju medan yang nyata, membawa pembebasan sejati bagi Palestina dan seluruh umat manusia dari tirani dan kezaliman.

Maka dengan demikian, hanya dengan kembali kepada Islam secara totalitas, dalam sistem khilafah, umat Islam dapat keluar dari keterpurukan panjang dan meraih kembali kemuliaannya sebagai umat terbaik—yang menyeru kepada kebaikan, menegakkan keadilan, dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu'alam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar