Oleh : Ade Rosanah
Siapa yang tidak marah ketika seseorang mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Seperti itulah yang juga tengah dirasakan masyarakat hari ini. Masyarakat marah dan kecewa terhadap penguasa saat ini. Sebab tarif Bahan Bakar Minyak (BBM) sudah naik berkali-kali selama berada di bawah kepemimpinannya. Sebagaimana dilansir dari KOMPAS.COM, 3/9/20222, harga BBM terbaru sudah resmi ditetapkan Presiden Jokowi dan mulai berlaku pada 3 September 2022. Kenaikan terjadi pada pada BBM bersubsidi dan non-subsidi.
Presiden Jokowi menyatakan bahwa kebijakan tersebut merupakan keputusan terakhir yang diambil pemerintah untuk mengalihkan subsidi BBM. Adapun harga BBM terbaru sebagai berikut :
1. Pertalite dari harga Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter
2. Pertamax dari harga Rp 12.500/liter menjadi Rp 14.500/liter
3. Solar subsidi dari harga Rp 5.150/liter menjadi Rp 6.800/liter
Pemerintah beralasan menaikkan tarif BBM dikarenakan membengkaknya anggaran subsidi energi tahun 2022 yang mencapai Rp 502 triliun. Sebab sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan apabila tarif BBM pertalite dan solar tidak dinaikkan maka akan kembali terjadi pembengkakan anggaran sebesar RP 198 triliun. Diperkirakan jika sampai akhir tahun tarif minyak mentah naik dan terjadi pelemahan kurs rupiah maka kompensasi energi akan terus naik.
Menyoal tarif baru BBM yang naiknya begitu besar saat ini sungguh disayangkan sekali. Sebab ketika negeri ini telah merayakan HUT kemerdekaan yang ke 77 dan dirayakan kembali dengan meriah oleh masyarakat tidak serta merta membuat rakyat terbebas dari berbagai beban yang menyangkut hajat hidupnya. Setelah rakyat dan bangsa ini mencoba bangkit untuk melewati masa krisis pandemi Covid 19, rakyat justru diberikan kado pahit dari pemerintah. Mestinya pemerintah memikirkan dampak yang terjadi ketika harga BBM naik. Sebab faktanya ketika BBM naik maka secara otomatis harga-harga kebutuhan dan jasa pun menyusul naik.
Sementara itu pendapatan atau gaji tidak naik mengikuti kenaikkan tarif BBM. Dengan demikian masyarakat mesti memutar otak bagaimana caranya dengan gaji yang tetap agar semua kebutuhan rumah tangga dapat terpenuhi meski harga-harga sedang naik. Maka dalam hal ini menyebabkan rakyat kembali menjadi korban atas kebijakan yang nirempati. Jadi wajar masyarakat merasakan kekecewaan yang mendalam pada pemerintah. Sebab, bukan kali ini saja pemerintah menaikkan harga BBM. Tapi, sudah berkali-kali tarif BBM dinaikkan selama periode rezim ini berkuasa.
Padahal, rakyat mengharapkan penguasa negeri ini berpihak pada mereka. Rakyat berharap pemerintah menjamin dan mempermudah mereka dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Namun, pemerintah justru berpihak pada para korporat dengan memberikan perhatian khusus. Seperti halnya privatisasi yang diberikan pemerintah kepada pihak swasta lokal maupun asing dalam kepemilikan dan pengelolaan sumber daya alam negeri ini. Kapitalisme telah melonggarkan para pengusaha mendominasi penguasaan beberapa sumber daya alam, salah satunya migas.
Dari mulai sektor hulu hingga sektor hilir syarat akan kapitalisme meliberalisasi penguasaan asing. Akibatnya, liberalisasi sektor hulu migas oleh asing membuat tata kelola energi menjadi kacau. Acap kali dalam pengelolaan sumber daya alamnya terjadi eksploitasi secara besar-besaran tanpa mempedulikan dampak yang terjadi pada alam dan lingkungan sekitar. Selain pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta, penetapan hargapun disesuaikan dengan harga minyak dunia di pasar internasional. Sedangkan jika harga minyak ditentukan oleh tarif internasional maka fluktuasi dan spekulasi tidak bisa terhindarkan karena sudah menjadi hal yang lumrah dalam perdagangan internasional. Alhasil, dengan tata kelola dan penetapan harga minyak seperti itu akan mempengaruhi juga sektor hilirnya.
Di sektor hilir akan terjadi pula liberalisasi pada penetapan harga. Walaupun harga minyak dunia sedang turun tetapi harga minyak yang dijual kepada masyarakat tidak selalu mengikuti harga minyak dunia karena terkait kebijakan lainnya. Meskipun mereka berdalih penetapan harga mengikuti harga keekonomian. Padahal sebenarnya ada praktik liberalisasi harga di sana.
Liberalisasi migas dalam tata kelola dan penetapan harga yang dipraktikan sistem kapitalisme merupakan penyimpangan besar. Sebab hal tersebut sangat bertentangan dengan tata kelola sumber energi sesuai Islam. Islam memandang bahwa sumber daya alam seperti minyak bumi sejatinya merupakan salah satu harta milik rakyat, baik muslim maupun non muslim. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda yang artinya: "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api" (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Maka dengan demikian tidak bisa dialih kepemilikan umum menjadi milik segelintir orang atau pengusaha. Jika SDA diprivatisasi oleh pihak swasta, maka tak segan pengelolaannya pun mereka yang lakukan. Lantas siapa yang bertanggung jawab mengelola SDA dalam Islam? Islam menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada negara dalam hal ini adalah pemerintah. Pemerintah bertanggung jawab mengelola pertambangan minyak bumi dengan baik dan bijak sesuai aturan syariat. Negara tidak boleh mengeksploitasi SDA secara berlebihan sebab akan merusak alam dan lingkungan.
Dalam penetapan harga jual, syariat menentukannya sesuai dengan biaya produksi yang ada. Adapun pemerintah ingin mengomersialkan produknya maka akan dijual dengan harga yang murah agar dapat dijangkau semua kalangan. Kebutuhan rakyat akan konsumsi BBM dapat terpenuhi sebab rakyat beserta kebutuhannya menjadi prioritas negara. Untuk memenuhi rakyat, negara mengelola secara mandiri sektor energi di negerinya. Maka, pengelolaan secara mandiri akan mampu menjamin kesejahteraan rakyatnya. Sebab hasil dari pengelolaanya tersebut diserahkan kepada rakyat.
Hasilnya akan dimanfaatkan untuk kebutuhan rakyat baik itu dikembalikan berupa subsidi gratis atau melalui sarana dan pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan, transportasi dan keamanan. Begitulah Islam dalam mengelola harta rakyat, kemaslahatan dapat dirasakan rakyat, sebab semua kepengurusannya sesuai aturan syariat. Sementara itu dalam sistem ekonomi kapitalisme keuntungan hanya dinikmati oleh sekelompok orang saja atau para pengusaha.
Wallahu'alam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar