Oleh : Rasmini (IRT)
Kesibukan dunia, menjadikan sebagian besar manusia tidak peduli lagi dengan urusan agamanya. Banyak perintah Allah tidak dilaksanakan dan berbagai macam perbuatan kemaksiatan dilakukan. Perbuatan kemaksiatan dengan segala macam bentuknya menjadi hal yang biasa dan lumrah untuk dilakukan. Termasuk juga perbuatan maksiat yang paling bahaya, dosa besar yang paling besar, dan kezaliman yang paling zalim, yaitu perbuatan syirik.
Tampaknya, di negeri ini krisis keimanan semakin akut. Bahkan, praktik syirik dan perdukunan kian merajalela. Dipertontonkan di sosial media tanpa ada rasa bersalah dan dosa. Bahkan, sengaja agar viral dan dikenal, sehingga bisa menambah modal.
Mengulik persoalan Pelaku syirik dan perdukunan yang semakin terang-terangan menunjukkan eksitensinya ditengah masyarakat, di era modern seperti saat ini ternyata hal yang semacam ini masih banyak diminati di negeri yang mayoritas muslim. Baru-baru ini kembali viral dijagat maya, mengenai praktik perdukun dengan dalih pengobatan, namun hal tersebut sirna karena munculnya sang pesulap merah atau Marcel Radhival, membongkar kebohongan dan taktik yang dilakukan dalam praktik perdukunan.
Karena pembongkaran taktik perdukunan ini, muncullah sebuah unggahan di sosial media mengenai adanya dukun bersertifikat. Peristiwa itu viral dan diunggah ulang oleh akun @fakta.indo. Dalam keterangan tulisnya, admin tersebut menjelaskan alasan kenapa dukun bersertifikat itu meminta bantuan kekuatan. "Dukun bersertifikat meminta bantuan kekuatan gaib untuk melawan Marsel Radhival alias Pesulap Merah karena pernyataannya dinilai menghina dukun," jelasnya.
Menipisnya Keimanan
Tradisi kepercayaan terhadap hal-hal perdukunan memang telah ada sejak dahulu. Hingga Islam datang, tradisi itu perlahan hilang karena Islam melarang praktik kemusyrikan. Islam mengharamkan tindakan mempersekutukan Allah Taala sebagaimana firman-Nya,
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ ۖوَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya, orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah neraka; tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (QS Al-Maidah: 72)
Ironisnya, meskipun Islam telah datang ke negeri ini selama berabad-abad, tradisi syirik ternyata makin banyak saja. Banyak masyarakat yang masih percaya hal-hal berbau syirik, seperti mendatangi dukun ketika sakit, ingin kaya, ingin dilancarkan urusannya, bahkan ketika ingin menjadi anggota legislatif atau pemimpin rakyat di berbagai tingkatan.
Bagaimana tidak hancur, kalau seseorang yang berpendidikan tinggi dan pemimpin sebuah instansi besar atau pemimpin negara, percaya dengan ucapan tidak logis dari dukun yang bisa jadi tidak bisa baca tulis. Padahal akal adalah amanah Allah yang sangat luar biasa. Akal adalah anugerah besar yang diberikan agar manusia bisa menerima amanah bumi ini dan bisa menghantarkan menuju mengenal Allah. Jika akal telah rusak, maka kaum muslimin tidak mungkin bisa memimpin bumi ini dan semakin menjauhkan mereka dari Allah.
Fenomena ini mengisyaratkan kelemahan iman yang tengah melanda penduduk negeri. Islam menjadi sebatas simbol dan aturannya sebatas ibadah ritual. Banyak yang masih meyakini praktik perdukunan dan takhayul.
Jalan Meraup Pundi-Pundi Harta
Lemahnya iman dan masih kuatnya kepercayaan masyarakat terhadap kemusyrikan ternyata menjadi ajang bagi sekelompok orang untuk mendapatkan materi. Mereka berperan sebagai dukun, orang pintar, bahkan “kiai” (agar tampak islami).
Bukan hanya itu, mereka pun menyampaikan praktik perdukunannya dengan membawa-bawa Islam agar masyarakat percaya. Bahkan, mereka mematok tarif yang tidak sedikit. Semua itu mereka lakukan demi memenuhi pundi-pundi harta.
Selain iman yang lemah (atau bahkan tidak beriman pada Allah), mereka sesungguhnya telah terpengaruh paham kapitalistik. Demi mendapat kekayaan, mereka rela melakukan praktik perdukunan dan penipuan.
Praktik tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri, melainkan ada semacam “padepokan” yang mengorganisasi dengan melayani dan menawarkan berbagai macam ilmu gaib dengan berbagai keunggulan.
Mereka juga mematok harga di setiap ajian yang ditawarkan. Ketika sudah selesai, mereka akan mengeluarkan “sertifikat” untuk menguatkan kepercayaan konsumen agar mau terus mengeluarkan uang besar demi tujuannya.
Masyarakat sering kali harus membayar mahal untuk memanfaatkan jasa perdukunan. Penipuan memang hal biasa yang dilakukan oleh para dukun. Masyarakat telah membuang mubadzir uangnya untuk kemusyrikan. Bertebaranlah uang-uang haram dan kotor hasil perdukunan. Nabi menyebut upah perdukunan adalah harta kotor dan najis,
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
Dari Abu Mas’ud Al-Anshari radhiallahu anhu berkata: “Bahwa Rasulullah shallallahu alihi wasallam melarang harta hasil penjualan anjing, upah pelacur dan upah dukun.” (HR. Bukhari, No. 2083 dan Muslim, No. 2930)
Dimana Peran Negara ?
Tanpa disadari, makin hari akidah kebanyakan kaum muslim makin melemah. Tentu tidak bisa kita mungkiri, ada pihak yang harus bertanggung jawab atas semua ini. Saat ini, siar kemusyrikan makin masif dipertontonkan. Para dukun juga aktif bermain media sosial.
Hal ini tentu bukan sekadar masalah lemahnya iman individu muslim, melainkan juga akibat lemahnya penjagaan negara atas akidah umat. Negara tampak diam atau tidak serius menyelesaikan masalah kemusyrikan, bahkan ikut terang-terangan memercayai praktik syirik dengan dalih melestarikan budaya nenek moyang, seperti kasus pawang hujan beberapa waktu lalu.
Inilah fakta yang terjadi, miris di negeri mayoritas muslim praktik syirik bisa berkeliaran bebas. Negara pun tampak abai dengan hal ini, karena sistem sekuler yang diterapkan memang tak menghendaki agama mengatur sistem kehidupan. Semua dikembalikan pada hak asasi warga negara meski bertentangan dengan syara' (syariat).
Dalam sistem sekularisme-kapitalisme, negara akan meilirik jika ada keuntungan bagi negara secara materi. Kapitalisme hanya memandang materi saja bukan yang lain. Ditambah sekuler tak ingin agama terlibat dalam aspek kehidupan dan negara. Maka wajar jika kemusyrikan merajalela dan dibiarkan begitu saja.
Sekularisme telah membiarkan umat semakin jauh dari syariat dan merusak akidah. Memang ini yang diinginkan oleh musuh Islam, umat Islam jauh dari keislamannya tidak berpegang teguh pada syariat. Agar kaum muslim tak pernah bangkit dan menguasai dunia seperti yang mereka takutkan. Musuh Islam tahu, jika umat berpegang teguh pada syariat maka kebangkitan dan kemenangan umat di depan mata. Ancaman untuk mereka.
Dalam Islam Negara Menjaga Akidah Umat
Negara yang menerapkan Islam sangat menjaga akidah umat, tak akan dibiarkan ada celah sedikit pun yang bisa merusak akidah. Jika praktik syirik karena dorongan ekonomi, negara menjamin kebutuhan dasar setiap warga negara per kepala. Menjamin kebutuhan kolektif pendidikan dan kesehatan karena itu hak warga negara.
Jika dorongannya karena ketidaktahuan maka negara akan menjamin pendidikan yang berkualitas agar warga negara tak terjerumus pada praktik syirik. Jika karena ada gangguan bawaan sejak lahir, maka negara akan mengobatinya dengan rukyah syar'iyyah hingga sembuh. Apa pun menjadi tanggung jawab negara agar warga negaranya tak terpeleset ke jurang kemaksiatan akidah.
Mengapa demikian, karena akidah ini sangat penting bagi seorang mukmin. Berjalannya sebuah sistem dalam Islam pun berdasar pada akidah Islam bukan yang lain. Kekuatan akidah Islam ini yang membuat Islam pernah memimpin dunia di masa dulu, hingga menguasai dua pertiga belahan dunia. Menjadi negara adi daya yang tak terkalahkan, negara lain silau dan gentar jika mendengar nama daulah Islam.
Betapa akidah Islam sangat berharga dalam Islam, pancaran akidah Islam ini dari kalimat laa Ilaha Illa Allah. Satu kalimat yang mewakili bahwa hanya kepada Allah saja tempat meminta segalanya. Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa pun yang akhir ucapannya (ketika menjelang ajal) kalimat La ilaha illallah maka ia masuk surga’.”
Khatimah
Penjagaan akidah bagi individu tetap membutuhkan peran negara yang berdaulat. Oleh karenanya, pemimpin muslim tidak boleh membiarkan kerusakan iman dan kemusyrikan terjadi berlarut-larut. Hanya saja, sistem Islam satu-satunya yang mampu menyelesaikan masalah ini secara tuntas.
Allahualam bishawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar