Oleh: Ai Sopiah
Seorang ibu bernama Trimah, 65 tahun, warga Magelang, Jawa Tengah, dititipkan ke sebuah panti jompo, Griya Lansia Husnul Khatimah, Malang, Jawa Timur. Dalam wawancara dengan tvOne, Minggu, 31 Oktober 2021, ia mengatakan alasan dia dititipkan ke panti jompo adalah karena anak-anaknya tidak mampu membiayai orang tua. "Karena dia masih numpang sama mertua, anak 4, kondisi Covid ini tidak bekerja," kata Trimah. Trimah menuturkan anaknya baik laki-laki maupun perempuan sekarang menjadi tukang ojek. Meskipun sekarang dititipkan ke panti jompo, dia tetap berharap hati anak-anaknya suatu saat terbuka. (viva.co.id)
Dia menambahkan sejauh ini tidak ada aktivitas apa-apa. Hanya mengaji dan olahraga kalau hari Minggu seperti ini, Trimah mengaku tidak ada kontak dengan keluarga. Namun, dia memiliki seorang adik tapi sudah menikah. (viva.co.id)
Inikah salah satu hasil dari penerapan sistem kapitalisme?
Kapitalisme Matikan Fitrah Anak
Kerasnya tekanan hidup menjadi pembenaran bagi anggota keluarga mengalihkan pengurusan orang tua pada panti jompo. Tidak hanya sampai di situ, penelantaran pun kerap terjadi, “membuang” orang tua di pinggiran jalan atau membiarkan mereka mengemis demi mendapatkan recehan untuk keberlangsungan hidup. Sistem kapitalisme tidak henti memproduksi kemiskinan massal. Pemimpin dalam sistem ini pun telah menunjukkan pada publik ketakbecusan me-ri’ayah rakyat, melepaskan tanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat. Sistem ini juga yang telah mematikan fitrah manusia untuk memuliakan orang tua.
Dari cerita di atas apakah pantas memperlakukan seorang ibu/ orang tua kita seperti itu? Naudzubillah! seharusnya kita sebagai anak harus berbakti kepada orang tua kita dimana mereka tiada lelah mengurus kita dari bayi sampai kita besar.
Karena ridho Allah ada pada ridho orang tua, kalau orang tua ridho Allah pun ridho, kalau orang tua murka Allah pun murka. Banyak ayat yang lain bahwa kita diperintahkan untuk berbakti kepada orang tua kita.
Allah berfirman dalam Q.S Al- isra ayat 23:
۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
wa qaḍā rabbuka allā ta'budū illā iyyāhu wa bil-wālidaini iḥsānā, immā yabluganna 'indakal-kibara aḥaduhumā au kilāhumā fa lā taqul lahumā uffiw wa lā tan-har-humā wa qul lahumā qaulang karīmā
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS 17 : 23)
Termasuk Amalan yang Dicintai Allah
سَأَلْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ « الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا » . قَالَ ثُمَّ أَىُّ قَالَ « ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ » .قَالَ ثُمَّ أَىّ قَالَ « الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ » . قَالَ حَدَّثَنِى بِهِنَّ وَلَوِ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِى
Artinya: “Aku bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah ‘azza wa jalla?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Shalat pada waktunya’. Lalu aku bertanya, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Kemudian berbakti kepada kedua orang tua.’ Lalu aku mengatakan, ‘Kemudian apa lagi?’ Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Berjihad di jalan Allah’.” Lalu Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan hal-hal tadi kepadaku. Seandainya aku bertanya lagi, pasti beliau akan menambahkan (jawabannya).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari ayat Al-Quran dan hadist di atas, Allah memerintahkan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
Negara berfungsi sebagai pe-riayah (pengurus) rakyat. Segala pemenuhan kebutuhan rakyat semestinya menjadi tanggung jawab negara. Negara memiliki andil besar mencari jalan keluar dari kesulitan ekonomi yang menimpa jutaan rakyat Indonesia. Dalam Khilafah, negara menjamin kesejahteraan rakyat melalui beberapa mekanisme.
Pertama, Khilafah menetapkan bahwa setiap muslim lelaki—khususnya kepala rumah tangga—bertanggung jawab bekerja guna menafkahi keluarga yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini didukung lapangan pekerjaan memadai yang negara sediakan.
Kedua, Khilafah mendorong masyarakat saling tolong-menolong jika terjadi kekurangan atau kemiskinan yang menimpa individu masyarakat. Maksudnya, keluarga dan tetangga turut membantu mereka yang dalam kondisi kekurangan dengan berbagai macam aturan Islam, seperti zakat, sedekah dan lainnya.
Ketiga, Khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam dan mengatur berbagai kepemilikan demi kemakmuran rakyat, baik kepemilikan individu, umum dan negara. Negara juga menjamin kehidupan setiap individu masyarakat agar benar-benar mendapatkan sandang, pangan dan papan.
Miris sekali di sistem sekuler saat ini, banyak sekali anak yang menitipkan orang tuanya ke panti jompo, sedangkan panti jompo untuk orang yang sudah tidak punya keluarga. Berbeda sekali dengan keadaan pada sistem Islam dimana seorang anak dengan dorongan pahala dari Allah SWT akan mengurus dengan ikhlas orang tua mereka yang sudah tua. Ketikapun masalahnya perekonomian, maka negara akan menjamin tersedianya lapangan pekerjaan bagi yang bertanggung jawab atas orang tua tersebut juga mendorong masyarakat untuk saling membantu dan negarapun menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat.
Dari sini kita semakin menyadari betapa pentingnya aturan Islam, aturan Allah yang memiliki aturan yang sempurna yang mampu menjadi solusi atas berbagai problematika manusia. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita mempelajari dan menerapkan aturan-aturan yang telah Allah SWT berikan kepada kita dari mulai tataran pribadi, keluarga juga negara.
Wallahu a'lam Bishowab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar